BPJS Defensive Driving Training 2025 : PENGEMUDI DILARANG SOK JADI DUKUN, LEBIH BIJAK UTAMAKAN PREVENTIF DRIVING

Instansi yang bergelut di moda bisnis expedisi dan identik menggunakan armada transportasi, dengan brand JNE Surabaya memang layak menjadi panutan.

Sehubungan kebijakan beraroma mensejetarahkan staff dan karyawan, dalam keikutsertaan di BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Surabaya.

Sejalan oleh substansi fitur BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Surabaya, dengan disosialisasi-nya program BPJS Defensive Driving Training 2025, sebagai pendukung moda bisnis JNE Surabaya, dalam hal ini penyempurnaan kecakapan, teknik dan skill pengemudi.

Dalam sambutan-nya, Nurhayati Saridewi dari BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Surabaya menyampaikan terima kasih atas kepedulian dan ketersediaan waktunya kepada seluruh peserta.

"Besar harapan kami BPJS Defensive Driving Training 2025, bisa menjadi langkah konkrit membangun keprofesionalan para pengemudi JNE Surabaya, dalam melaksanakan aktifitasnya.

Untuk melatih, mengawal, melengkapi, membekali, teknik, skill, agility serta improve para driver JNE Surabaya, agar lebih baik dan benar, demi terciptanya keselamatan kerja, "kata Dewi sapaan-nya.

Dicky Wijatmiko Chief Of Instructor Pro Drive Indonesia, berserta trainer Yusnur Wendra dan Dicky Triputradyanto, yang malang melintang di lembaga keselamatan berkendara sejak 1999 ini, dipercaya sebagai mentor pemateri-nya.

Melalui prolog-nya Dicky Wijatmiko menyampaikan, definisi safety sesungguhnya adalah pencegahan, merubah mindset penyebab utama kecelakaan.

"Dasar itu, sejak 2012 silam, kami dari Pro Drive Indonesia, telah mengembangkan konten materi "Driving Psychology", yang diklaim belum tersentuh oleh trainer dari lembaga keselamatan lain-nya.

Salah satu point krusialnya, pengemudi tak boleh sok jadi dukun, "tegas Dicky Wijatmiko.

Misal, di jalanan sering didapati kendaraan di depan mengaktifkan sein kanan, dalam Driving Psychology, sinyal itu diterjemahkan bukan berarti pengemudi di depan akan belok ke kanan.

Sebelum ada pergerakan yang menunjukan kendaraan di depan akan beralih jalur atau belok ke kanan.

Contoh paling viral adalah emak-emak, sein kanan belok kiri, "lontar Dicky Wijatmiko yang langsung disambut gelak tawa peserta BPJS Defensive Driving Training 2025.

Maka, sebelum menyalip idealnya harus bisa memastikan lebih dulu, melalui komunikasi, dengan kode klakson atau lampu jauh !

Kemudian bergulir ke topik scanning area, yaitu improve menciptakan kebiasaan bidang pandang lebih luas.

Karena gaya berkendara driver di Indonesia, memiliki karateristik seperti "pandangan kacamata kuda", ditambah oleh ego yang tinggi.

Belum lagi tekanan psikis pengaruh lingkungan, entah di kantor kena semprot boss, capek fisik karena kerjaan, atau mungkin kebawa style teman.

"Kultur budaya ini segera dirubah dan memulainya dengan cara paling mudah, yaitu mengecek spion kanan kiri setiap 5 - 8 detik, "himbau Dicky Wijatmiko.

Dengan begitu, jangkauan sudut pandang bebas jadi terjaga lebih lebar.

Ancaman kendaraan yang tak terduga dari sisi kanan, kiri, depan dan belakang, jadi terecord lebih sempurna untuk diolah otak dan segera direspon dalam tindakan.

Treatment ini juga erat terkorelasi agar mata tidak mudah lelah, sebab efek ke biologisnya berpotensi memicu mata makin mudah meredup.

Khususnya waktu mengemudi pada jam 2 siang, ketika siklus "sirkadian normal tubuh" mengalami penurunan kewaspadaan, setelah jam makan siang.

"Tapi, ketika intensitas mengecek spion kanan dan kiri di setiap 5 - 8 detik telah menjadi kesadaran yang bergulir menjadi inisiatif, maka terjadinya problem "micro sleep" akan terhindarkan.

Otomatis menjaga jarak ruang aman, serta reaction time pengemudi terhadap kendaraan yang ada di depan, belakang, sisi kanan maupun kiri, jadi minim risiko, "ingat Dicky Wijatmiko.

Menanggapi fenomena ini, materi "Panic Braking" juga dipaparkan, terkait menyikapi antara kendaraan yang dilengkapi ABS maupun Non ABS.

Kemudian penjabaran manajemen risiko 5T, yaitu Tangkal, Tangguhkan, Toleransi, Transfer dan Tangani.

Agar para driver JNE Surabaya, dapat mempertimbangkan dan mengidentifikasi tingkat bahaya lebih seksama sebelum berkendara.

Terkait kelayakan kendaraan, pemilihan option part moving berkualitas, prediksi cuaca sampai soal asuransi.

Kendati demikian, preventif driving ini, masih belum terbilang safety, ketika para pengemudi tak terbekali pengetahuan, mengenai apa saja yang menjadi pemicu dan menyikapi kondisi red zone.

"Tapi, kalau preventif driving sudah tertanam pada mindset driver, mungkin tak sampai terjadi panic braking.

Maka, hindari berkendara di wilayah red zone, kalau ada pilihan nyaman, aman dan terkendali, "papar Dicky Wijatmiko.   skg