Beragam alternatif dan latar belakang, pembalap motocross bermunculan di tanah air. Regenerasi di tanah air, tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. Sebagai indikasi bahwa motocross tetap diminati, seiring pertumbuhan dan pengkaderan yang terjadi di even on road.
Salah satunya adalah Muhamad Robby Zulkarnaen, remaja milenial kelahiran Madiun 2005. Besar dari keluarga penghobi otomotif. Sejak kecil, familiar dengan sport trail dan special engine. Itu karena Henry Erwanto daddy Robby dan keluarga besarnya, rata-rata pelaku otomotif di segmen off road.
Tradisi dari keluarga ini, yang kemudian diikuti oleh Robby setelah diajak menonton even motocross garapan Trendy Promo Mandira di Taman Hiburan Rakyat Maospati di 2005. Dari sini pula awal cerita Robby memiliki passion dengan motocross.
Bisa diceritakan, kapan awal mula Robby mengawali motocross, media apa saja yang menjadi tahap pengenalan Robby ke motocross ?
Persisnya, mulai dikenalkan saat saya masih kelas 2 SD di tahun 2012. Awalnya, saya dibelikan mini trail 50 cc dari Taiwan, buat pengenalan dan mesin masih sentrifugal. Lebih banyak happy n fun saat tahap pengenalan. Sering juga saya diajak nonton motocross, grasstracks dan adventure oleh ayah. Bahkan menunggui ayah saat bongkar pasang mesin, servis sport trail dan special engine, sudah menjadi hal biasa.Termasuk mendengar suara bising pas mencari final seting. Dari tradisi seperti ini, yang akhirnya memberi motivasi saya dan gemar dengan motocross.
Siapa saja instruktur yang menangani saat awal Robby mengenal motocross ?
Tetap ayah yang menjadi pembimbing setia saat awal saya belajar motocross. Bersamaan saya belajar balap, saat itu Mario SA putra om Hartoto juga lagi intens latihan motocross dan juga putra om Yamuri. Mulailah sedikit demi sedikit definisi dari sebuah kompetisi dan cara mengatur sikap yang pas buat menghadapi variabel handicap, tapi hanya sebatas otodidak dan dasar. Dan mengetahui keseriusan kami bertiga di motocross, ayah, om Yamuri dan om Hartoto sepakat memanggil om Wahyu Gareng sebagai instruktur, dengan sarana berlatih di Maospati. Dan tradisi seperti ini berlangsung hingga 2015, hingga ganti pacuan KTM 65 cc.
Kabarnya di 2015 pertengahan, Robby gantung helm, apa alasan yang mendasarinya ?
Saat naik 65 cc, pernah cedera, seiring pembekalan materi praktek, teori dan teknik membalap yang mulai berkembang. Bagi saya menjadi hal yang lumrah, artinya tetap ada kesalahan dan artinya saya masih kurang detail dalam menjabarkan materi saat praktek. Kedepanya harus lebih sempurna dan lebih detail lagi.
Bagaimana perasaan Robby setelah mengalami cidera ? adakah hikmah atau ilmu yang bisa diambil dari kejadian itu ?
Cidera bagi saya bukan menjadi beban dan sebuah trauma, malah saya justru bertambah dewasa. Dari sini juga saya mampu menyimpulkan pengalaman itu berharga dan mahal. Bahkan setelah cidera di 2015, saat sembuh total di 2016 saya berganti kuda besi KTM 85 cc, seiring makin tingginya postur saya. Saat di 85 cc tetap aktif dibimbing oleh om Wahyu Gareng.
Seperti dengan tradisi sebelumnya, di kelas 85 cc biasa berlangsung pembuktian kematangan seorang pembalap motocross, hingga torehan prestasi. Bagaimana dengan prestasi Robby saat berlaga di kelas 85 cc ?
Secara sistematis dan tahapan sejak 65 cc, saya akui saya masih belum matang, sebab postur tubuh yang justru menjadi pertimbangan kenaikan di 85 cc. Liarnya performa mesin dan lincahnya suspensi KTM 85 cc, lagi-lagi menjadi kendala saat itu. Penguasaan motor belum bisa maksimal, di satu sisi percepatan dan perkembangan kompetisi motocross di 85 cc sangat pesat. Jadi, anggap saja di 85 cc, saya belum bisa menorehkan prestasi. Saya akui, kalah intens dengan pembalap motocross yang unggul dan matang lebih dulu di 65 cc. Tapi, kedepanya masih ada jenjang, saya berusaha keras menyampaikan ke ayah dan mama, untuk memperbaiki dari kesalahan steping sejak awal. Tapi, hampir saja terjadi blunder, sebab saya bersih keras untuk berlatih menunggang CRF 250 cc di 2017.
Apa yang menyebabkan Robby menilai saat naik special engine 250 cc itu sebagai blunder ?
Alhamdulillah dan saya sangat bersyukur ketika dimasukan di Johny Pranata MX Academy (JPMA) padepokan om Johny Pranata di Lamongan. Saya dan liarnya power CRF 250 cc, dinilai om Johny masih belum sinkron dan tak bisa efektif hingga maksimal membawa power mesin special engine 250 cc. Akhirnya saya di 2017, diturunkan untuk naik special engine 125 cc, yang memiliki postur hampir sama dengan special engine CRF 250 cc. Setelah training bersama murid JPMA, saya semakin memahaminya, begitu pentingnya pemantapan di setiap kelas motocross. Pesan teknisnya, jangan sampai kuda menguasai pembalap, begitu om.
Bagaimana penilaian Robby dengan JPMA, terkait pengembangan skill saat ini ?
Di 3 tahun aktif berlatih dengan special engine 125 cc, untuk menciptakan power efektif dan speed yang maksimal mulai bisa, tapi masih belum final. Tapi, ketika saya kalkulasi dengan usia saya yang masih 14 tahun, masih bisa tampil di MX 125 cc. Dan di 2020 ini, saya akan kembali aktif turun di even kejurda, openchampionship hingga kejurnas. Om Johny bilang, intensitas laga di even motocross ini untuk tahapan mengukir jam terbang. Sekaligus mengenali karakter balap saya, hanya bagus saat latihan kurang beringas di even atau sebaliknya. Kedepanya tetap ada monitoring dan perubahan sistem training yang pas buat saya dan saya siap menerima briefing, demi peningkatan skill dan prestasi saya nanti.
Setelah perjalanan 3 tahun berlatih di padepokan JPMA, tentu banyak menguras waktu dan tenaga. Terkait dengan pendidikan akademis, bagaimana Robby menyikapinya ?
Madiun dan Lamongan sebenarnya dekat, tak sampai 3 jam. Tapi, pertimbangan semangat saya yang ingin cepat bisa dan memahami keseluruhan ilmu di dunia motocross, saya memohon ke ayah dan mama untuk pindah sekolah di Lamongan, tepatnya di MTS NU Sukodadi, Lamongan sederajat dengan SMP dan sekarang duduk di bangku kelas 3 SMP. Sebab, sesuai dengan pesan dan nasehat mama, pendidikan akademis dalam kondisi apapun harus dikejar dan hukumnya wajib setelah ilmu agama. Jadi, saya sekarangmemilih tinggal di padepokan JPMA dengan siswa JPMA lainya. Tapi, setiap minggu sekali ayah dan mama tetap datang memantau perkembangan saya. Ya itulah bentuk kasih sayang orang tua kepada saya.
Terkait dengan tarjet dan obsesi, apa sih yang sebenarnya Robby impikan ?
Tembus ke kompetisi international, pasti menjadi impian semua orang tua. Tapi, ketika dikaitkan dengan penjenjangan dan steping di MX Training, even daerah dan nasional dulu dimaksimalkan. Keduanya erat terkorlelasi, sama-sama saling menunjang sebagai pembekalan. Tapi, kemungkinan setelah lulus SMA, saya daftar di Akpol sebagai cita-cita saya sejak TK. Tapi bukan berarti hobi di motocross berhenti. Saya usahakan bisa berjalan selaras, sebab bagaimanapun juga motocross telah menjadi bagian dari hidup saya. Doakan bisa lolos masuk Akpol ya om.
Oh ya, apa alasan memakai nomer start 125, apa ada makna tersendiri bagi Robby ?
Simpel kok om, 1 itu tanggal kelahiran saya, 2 bulan kehairan dan 5 adalah tahun 2005 kelahiran saya. Secara urutan angka 1-2-5 adalah sebuah proses penjenjangan. Kenapa pakai akhiran 5, tetap istiqomah dan jangan sampai pernah merasa hebat. Dengan prinsip seperti ini, saya jadi selalu berusaha dan selalu belajar terus menerus. Kira-kira seperti itu om.
Henry Erwanto & Eva Puji Astuti Orang Tua Muhamad Robby Zulkarnaen : SELAIN PUNCAK PRESTASI, MOTOCROSS PANTAS DISEBUT SEBAGAI BRAKING SYSTEM
Dibalik perjalanan karier Robby sebagai pembalap motocross hingga menjelang level MX2 Junior B, ada kegigihan dan konsistensi support yang luar biasa dari Henry Erwanto dan Eva Puji Astuti, orang tua Robby. Sebagai saudagar yang berkecimpung di perkebunan tebu, Henry dan Puji all out mengawal perjalanan karier Robby hingga puncak prestasi.
Bagi Henry, motocross untuk saat ini lebih pantas menjadi sarana dan ruang untuk membina, menggembleng, hingga menjadikan remaja berdisiplin tinggi, merubah pola pikir, sampai merangsang kecerdasan dalam manajerial aklak dan perbuatan.
Motocross saya nilai mampu menjadi braking system bagi remaja seperti Robby, di kehidupan milenial, globalisasi, hingga pengaruh dunia luar, seperti saat ini. “Bukan berarti itu buruk, saya hanya ingin mengingnkan lebih balans dan tetap berpegang teguh pada nilai syariah dan agama, ”tandas Henry.
Sekali lagi saya juga menucapkan banyak terimakasih kepada segenap jajaran JPMA, Lamongan yang telah banyak membawa perubahan, baik skill Robby, aklak, sampai kepribadian Robby yang lebih dewasa. “Menikmati proses perjalanan karier telah banyak memberi perubahan Robby, ”salut Henry.
Bambang "Kapten" Haribowo Ketum Pemprov IMI Jatim yang kebetulan menggelar road show ke JPMA, merasa bangga dengan aktifnya perjalanan kaderisasi pembalap motocross di Jatim. Sebab, menurut pria penghobi motocross dan adventure ini, motocross layak diperjuangkan dan dibenahi kualitas kompetisinya di 2020. Mengingat, motocross juga memiliki kontribusi besar di ajang kompetisi Pra PON dan PON mendatang. teks - foto : collins
Bio Data
Nama : Muhamad Robbi Zulkarnaen
Sekolah : SMP MTS NU Sukodadi, Lamongan
Kelahrian : Madiun, 1 Februari 2005
Orang tua : Henry Erwanto & Eva Puji Astuti
Alamat : Desa Bagi RT. 29, RW. 05, Kecamatan Madiun, Kabupaten Madiun.