Fenomena krisis crosser 50 cc, sebagai cikal bakal regenerasi crosser Jatim, makin mengemuka. Sejak akhir masa pandemi, beberapa kali di gelaran event motocross Jatim, hampir tak pernah dibuka kelas 50 cc.
Hal demikian memang pantas untuk dipertanyakan, terkait pola dan rangsangan crosser yang mengawali kariernya di 50 cc.
Sebab, pembandingnya di laga Mini GP, justru bejibun minat rider belia yang berlaga.
Benarkah, hilangnya kelas minimoto atau pee we, yang menjadi kelas uji coba sebelum naik 50 cc, dituding menjadi pemicunya ?
Problem ini yang layak untuk diurai bersama, agar minat crosser 50 cc kembali tinggi seperti di 10 tahun silam.
"Sebab, bagaimanapun juga crosser 50 cc adalah calon aset, sekaligus parameter kebijakan dan kesuksesan setiap provinsi, dalam pengembangan minat dan bakat crosser di usia dini, "sebut H. Agus Tole Sunanto owner merangkap crosser Rabbani Javamuda MX Team, Malang.
Pemaparan ini tegas disampaikan pria yang juga CEO PT. Javamuda Export, terkait dengan perkembangan bakat dan skill Marco Marquez Agya Rabbani putranya, yang sejak setahun silam intens berlatih motocross.
Marco di usianya yang masih belia, dinilai telah matang terjun di motocross kelas 50 cc.
Perjalanan karier dan pengembangan skill-nya sulit diurai dalam grafik, terkait minusnya pagelaran kelas 50 cc.
Otomatis, metodhe pembanding skill dengan rival sebayanya jadi sulit diprediksi.
"Mau tak mau, siasat untuk private training dan simulasi latih tanding swadaya, tetap saya jalankan, "tegas H. Agus Tole.
Pemberdayaan materi training skill berjalan sesuai tahapan dan kaidah.
Untuk melengkapi bekal teknik skill dan ilmu yang layak diserap saat berada di 50 cc.
Dengan harapan, ketika usia Marco menginjak klasifikasi crosser 65 cc, interval penjenjangan skill-nya lebih smooth.
"Kalau dikaitkan dengan pengalaman saya, optimis pembentukan basic dari fisik, keluwesan, skill sampai nyali, jadi lebih baik, "yakin H. Agus Tole.
Ibarat singa yang tak pernah keluar dari kandang. Special event MX-GTX di sirkuit Turi, Sleman (15-16/1/2022), menjadi pembuktian kedigdayaan Marco.
Gaya bermain Marco bertolak belakang dengan gaya H. Agus. Sebab, di usianya yang masih dini, telah memiliki tipikal petarung.
Karakter dan gaya balap, putra dari pasangan H. Agus Tole dan Hj. Yayuk Yuliana itu, bukan menguntit lawan dan mencari peluang overtake.
Tapi lebih ke adu nyali, hingga fight berebut racing line, untuk mencari posisi di depan.
Marco sapaanya, cukup menguasai materi skill dan serapan ilmu saat private training.
Aksi kontrol speed dan pengereman yang ditunjukan Marco relatif rapi.
Itu artinya, secara pembentukan racing line, Marco memahami titik yang paling efektif.
Bahkan pola postur bodinya, selalu tepat sesuai kebutuhan.
Seperti bahu membuka saat tapak kaki pacuanya menghadapi pasir, sikap kaki saat di berm, hingga paha yang selalu mengapit panel bodi saat menghadapi vibra dan hentakan.
Skema dan prediksi H. Agus Tole soal pembinaan putranya, berkonsep private training memang tepat.
Marco, sukses menjadi jawara di kelas 50 cc, di sirkuit dengan tipikal tanah pasir. Tapi, sayang prestasinya ini bisa dibuktikan di provinsi sebelah.
Di special event ini H, Agus Tole juga berlaga di kelas KMI Build Up 250 cc, juga sukses mendulang prestasi.
Melalui media ini, H. Agus Tole menghimbau agar kemasan maupun ragam rangsangan, untuk menarik minat crosser 50 cc segera direalisasi.
"Sebab, ketika dibandingkan dengan provinsi sebelah, jauh lebih berkembang, "wejang H. Agus Tole. enea/foto : rabbani