Makin merebak dan atraktif, brand rear suspension jenis double, yang bertarung di pasaran aftermarket atau aksesories. Banyak kisah dan cerita yang menjadi latar belakangnya. Dari saling beradu inovasi, sajian kombinasi warna fresh, hingga fitur terbaru.
Segmen ini, lebih pas disebut untuk konsumsi daily use, touring dan kontes modifikasi. Kabar baiknya, pasar racing atau kompetisi mulai dominan masuk, di segmen ini.
Bukan karena pingin pindah haluan turun kontes, atau malah keluyuran touring. Tapi, hanya sekedar memakai double shock aftermarket diluar tipe racing.
Pastinya, dikarenakan harga lebih miring dan terjangkau. Emm nggak tepat juga kalau disebut demikian.
Paling pas, mudah untuk direbuild dengan hasil performa setara double shock tipe racing. Sehingga, alurnya rider yang jadi raja, mekanis plus tipikal double shock harus ngikut keinginan rider.
Jadi, rider tak lagi mengikuti teknologi double shock, yang sudah ada di pasaran. Memang perilaku seperti ini diklaim out of the box. Ada level performa suspensi yang kadang masih belum bisa terbeli rider.
Catatan terpenting dan mutlak adalah, pergerakan promotor atau penyelenggara balap on road maupun off road, semakin sulit ditebak. Meskipun sifatnya hanya latber, seperti usai masa pandemi seperti ini.
Belum lagi saat meninjau perkembangan teknologi mesin, berbanding perpaduan riset yang terus menerus.
Sehingga, fenomena aplikasi dan pemilihan suspensi yang berkembang, misal diilustrasikan seperti ini, ”setiap saya mendapat jawabanya, selalu berganti pertanyaanya”.
Atas pesatnya dinamika desain sirkuit on road dan off road seperti itu, mereka datang kemari.
Merujuk untuk menerjemahkan, ragam keinginan rider, ”lontar Bayu Chief Mekaniknya JC Suspension, di Perum Ketintang Permai, Surabaya.
Ini dia kerenya workshop milenial JC Suspension, bisa memahami algoritma yang dibutuhkan rider. Saat dihadapkan dengan berbagai desain dan layout sirkuit terbaru.
Singkat cerita, belakangan ini double shock yang biasa jadi pilihan segmen kontes atau touring, dengan harga kisaran Rp. 800 ribuan – Rp. 1,5 juta, jadi rujukan segmen racing.
Dan kemudian direbuild di JC Suspension, Surabaya. Mekanisnya disempurnakan, sesuai kebutuhan dan pesanan rider. Tetap ada komunikasi yang harus saya gali, untuk mengetahui keinginan rider.
“Sekaligus meminta ilustrasi gambaran sirkuit, yang dinilai paling sulit atau tak pernah ada dan baru pertama ini, ”jelas Bayu.
Cara ini bisa menjadi altrnatif solusi rider yang berlaga di GTX dan Road Race, termasuk drag bike, yang kebetulan baru memulai dan bangkit usai pandemi.
“Untuk biaya rebuild plus seting, berkisar Rp. 700 ribu sampai dengan Rp. 1,5 Juta, ”sebut Bayu. Dari SOP yang telah berlangsung, sistem mekanis double shock yang dirubah.
Melalui reseting valve tabung utama atau silinder tube. Yaitu sebuah proses merubah susunan valve atau shim dalam pengertian, menambah, mengurangi atau menggantinya, hingga proporsional.
Tapi tak bisa asal apalagi main tebak dan feeling. Semua serba terdata dan terukur. “Mengingat, erat terkait dan saling terkoneksi dengan fitur yang tersedia, ”terang Bayu.
Misal, susunan shim telah di up grade dan menghasilkan tekanan kompresi yang meningkat. Tinjauan selanjutnya, mampu nggak tabung peredam (sub tank) yang berisi nitrogen dan campuran oli suspensi, meredamnya smooth sesuai keinginan ?
Selain itu juga ada sub tank yang memakai sistem tekanan piston dan oli. Serta sistem sirkulasi oli suspensi, yang fluidanya diatur katup dan spring.
“Sisi lain, adjuster untuk menaikan dan menurunkan level fungsi peredam sub tank, juga biasa mengalami modifikasi, ”detail Bayu.
Kemudian bagaimana responya saat menerima tegangan tekan dan tegangan balik spiral yang preloadnya telah diadjust, dengan tambahan bobot rider ?
Algoritmanya memang kompleks. Tapi, makin variatifnya kebutuhan rider, JC Suspension makin kaya input dan memahami kebutuhan rebuild dan seting suspensi terkini. teks - foto : collins