Meninjau rancangan pesawat khas bikinan Haerul, terbagi dari 5 kompartemen, yaitu mesin – propheler , rangka (fuselage), sayap (wing), cockpit dan sistem kendali. Bagian vertikal pesawat atau bodi (fuselage) dirancang dari pipa tubular, dengan teknik las azetylin, berikut baut dan mur. Bagian itu terangkai dengan mesin, engine mounting di depan, cockpit perangkat kendali - jok, tumpuan sayap dan tumpuan horizontal stabilizer - vertical stabilizer.
Untuk sayap (wing) tengah memakai almu berpenampang persegi panjang berkontruksi tangga dinilai paling efektif. Dengan hitungan dari tepi ke titik tengah rangka 4 meter dan lebar 120 cm. Kemudian dibungkus parasit yang biasa dipakai untuk cover atau selimut mobil.

Pemilihan cover atau selimut mobil juga termasuk hal yang sederhana. Pertimbanganya cukup anti air, otomatis sifatnya tak tembus angin. Dengan begitu, gaya aerodinamika jadi lebih didapat, untuk menerbangkan pesawat.

Lateral angle sayap diseting kisaran 11 derajat, dilengkapi aileron di tepi paling luar dan wing flap di sisi dalam, terangkai pada single tuas cockpit. Berfungsi untuk menambah daya dorong ke atas, mengatasi turbulensi dan mereduksi kecepatan saat take off.

Untuk vertical stabilizer dilengkapi rudder, sebagai pengendali arah pesawat. Sedang horizontal stabilizer juga dilengkapi elevator, untuk menstabilkan posisi horizontal pesawat saat terbang. Sebagai penunjang kelancaran kendali, tumpuan ruddeer dan elevator dilengkapi bearing dan bushing sebagai penstabil.

Pada riset dan pengembangan ini, Haerul juga menjelaskan prinsip kerja yang sederhana. Bahwa kekuatan selalu datang dalam pasangan yang sama, tapi berlawanan, biasa disebut sebagai pasangan aksi - reaksi. “Termasuk pesawat bikinan saya, menerapkan gaya gravitasi di bumi dan bumi mendorong balik dengan gaya yang sama tapi berlawanan, ”urai Haerul.
Melalui kekuatan udara yang mengenai sayap selalu sama dan berlawanan dengan kekuatan pesawat yang mendorong udara. Maka, gaya yang dihasilkan oleh mesin akan mendorong udara, sedang udara mendorong kembali dengan gaya yang sama tapi berlawanan.
Pandangan Haerul ini yang kemudian disikapi dengan pemakaian bobot total 67 KG, untuk memuluskan aksi terbang pesawatnya. Itu artinya, total kapasitas bobot dengan postur Haerul 40 KG, membuktikan bahwa beban kisaran 100 KG, dinilai ideal.
Sebab, bobot sebelumnya melebihi 100 KG, tapi sudah terjadi revisi. Selain merubah kontruksi yang minim pemakaian material, juga terjadi penggantian material lebih ringan. Bahkan panjang rangka vertical (fuselage), mengalami pengurangan dimensi, sebagai kontribusi untuk memangkas bobot total.
MESIN KAWASAKI NINJA 150 CC
Memang benar memakai mesin produk Kawasaki, yang dinilai memiliki bobot paling ringan tapi mampu menyemburkan peak RPM dalam waktu singkat. Memang benar demikian, sebab material blok silinder sepenuhnya memakai almu olahan yang terintegrasi dengan teknologi electrofusion pada permukaan liner.

Posisinya berganti horizontal, dari posisi standar motor roda dua konvensional, yang mengarah vertical. Longitudinal angle mesin paling lama setingnya. Sebab, pengaruh gravitasi terhadap vibra dan gagsingan mesin, dicari di titik yang paling balans. Prinsipnya, jangan sampai saat mesin bergasing di RPM tinggi, bodi pesawat oleng ke kanan atau kiri.

Pertanyaan kritis pun hadir, sehubungan dengan sudut intake yang justru landai keluar atau melawan flow gas segar. Pada point ini, intake manifold diputar 180 derajat, diteruskan dengan pembenahan porting bilas yang digerus bor tune lebih landai.

Untuk lateral angle mesin, Haerul hanya berdasar dari sisi simetrisnya propheler dan rangka vertical (fuselage). Tapi, kapasitas oli mesin tak bisa banyak, sebab mengkhawatirkan calter kanan yang berisi rumah kopling mudah selip. “Sebab, kondisi saat ini saja, pegas kopling sudah saya ganjal ring 3 mm, ”jelas Haerul yang kali ini menerapkan ilmunya mengorek mesin drag bike.
MEKANIS NON KOPLING
Mindset terhadap motor roda duanya jadi rubah lebih dulu. Sebab, mekanis mesin disini hanya dimanfaatkan untuk mengumpan RPM setinggi langit, seperti cita-cita mulia Haerul. Jadi posisi persneling berada standby terus di gigi 5, dari 6 speed seperti spesifikasi Ninja 150. Praktis, tak ada lagi siklus mekanis pemakaian kopling sebagai penghantar kerja rumah kopling yang diteruskan ke counter shaft gigi transmisi.
Pengaturan posisi gigi transmisi yang berada di gigi 5 ini, diterapkan untuk memuluskan pencapaian ke pencapaian RPM tinggi. Selain itu menyiasati pendeknya power band gigi 1, 2, 3 dan 4, yang diindikasi akan menguras power mesin lebih banyak. Pemakaian gigi 5 ini juga diindikasi untuk meminimalisir terjadinya vibra dan pengaruh gravitasi. “Sebab, sifat gigi 5 itu lemah hentakanya otomatis torsinya juga lemah, “cakap Haerul.

Ironis dong dengan mekanis propheler yang justru membutuhkan kontribusi besar nilai sebuah torsi mesin. Memang benar demikian, sebab itu seting karbu dibuat sepekat mungkin, berikut perangkat pengapian serba prima, seeprti koil, CDI dan stator assy.
Kestabilan pelumasan Haerul juga tak bergantung pada oli mesin, pompa oli samping saat ini tetap dipasang sesuai fungsinya. Pertimbanganya, posisi mesin hidup dan terbang itu berada di rentang 8000 RPM – 12.000 RPM. “Jadi, harus ada lubricant yang memback up seluruh bagian mesin, khususnya crank shaft, piston dan bearing-bearing komponen mesin, ”tegas Haerul.
PROPHELER & BOLANG-BALING
Shaft atau poros bolang baling memanfaatkan pinion shaft yang sejatinya sebagai dudukan gir depan pada motor Ninja 150. Artinya pinion shaft beralih fungsi menjadi propheler, dengan sambungan pipa yang memanfaatkan inner tube bebek. Iya itu bagian atas sok depan bebek yang dilapis hardchrome. Sampai disini paham ya !
Jelinya Haerul ada disini, sebab pertimbangan jarak dan tumpuan pinion shaft pada crankcase yang terlalu panjang, jelas akan berpotensi oleng, bisa jadi putus, itu pasti. Menyiasatinya, pada bagian ini Haerul melengkapinya dengan tensioner atau guide shaft. Sebagai penahan beban propheler sekaligus bolang baling.

Agar tak sampai menimbulkan brake horse power (BHP), pada guide shaft dilengkapi bearing. Pembuktian cara manual tech juga tersaji pada adaptor atau plendes dudukan bolang-baling yang kali ini memanfaatkan cakram dibubut dan ditanggalkan bagian lingkar tengahnya.
Lubang baut adaptor dimanfaatkan sebagai joint pemasangan bolang-baling, yang terbuat dari kayu besi khas Sulawesi. Desain bolang-baling spesial untuk menciptakan daya hisap atau gaya tarik bobot pesawat. Ditinjau dari desainya simpel, tapi sebenarnya rumit.

Sebab, pola dan desainya, ada unsur drag, lift, wing direction dan velocity direction. Sasaranya untuk mendapatkan bank angle, pitch, angle of attack dan glide angle. Pada bagian ini sebagai puncak pengerjaan yang paling sulit.
Revisi ? pasti berlangsung. Alasan pemakaian bolang-baling berbahan kayu, juga untuk memudahkan pencarian unsur aerodinamika bolang-baling seperti yang disebutkan diatas. Dengan peralatan sederhana, seperti gerinda, gergaji, tata, pasrah dan rempelas mesin, bolang-baling ini mampu menjadi pembuktian bahwa Haerul memang jenius.
SINGLE TUAS KEMUDI
Semua kebutuhan yang ada di cockpit tersentral pada sistem single tuas kemudi, yang bersanding dengan jok handmade. Sistem penggeraknya mirip dengan mekanis tierod dan diperlancar dengan bantalan bushing dan bearing.

Single tuas kemudi ini dimultifungsikan sebagai, throttle up - down, pengoperasian aileron, wing flap, rudder, elevator dan kemudi ban depan.
FORMASI TAPAK KAKI
Kebalikan dengan pesawat penumpang, yang memanfaatkan sistem suspensi hidrolis. Tapi, pesawat karya Haerul, justru rigid. Pertimbanganya bobot yang ringan, kemudian untuk mencegah terjadinya efek drible agar traksi tapak kaki sempurna dan mudah mendapatkan kecepatan puncak. Pada point ini kondisi titik track runway, turut menjadi tinjauanya.

Jelas terlihat pada formasi tapak kaki yang diatur model segitiga sama kaki. Dalam perhitungan ini, maka kestabilan ada di lebar segitiga, sebagai posisi tapak kaki yang dipilih dari Primaax SK-26 model B-Roller Tube Type ukuran 300-8.
Sebelumnya pernah pakai tapak kaki merk lain, tapi efek driblenya lebih terasa hingga berpengaruh pada kestabilan kemudi. Sebab, untuk runway bukan di lapangan terbang dengan kondisi mulus, melainkan di kawasan tepi laut Ujung Tape, Palameang, Pinrang, dengan kondisi aspal apa adanya.

“Dengan Primaax SK-26 model B-Roller, efek drible tak lagi ada, sehingga saat pencapaian kecepatan puncak jadi tak khawatir, ”analisa Haerul. Hal ini memang krusial, sebagai penunjang kestabilan. Termasuk saat landing, angka Psi dalam SK-26 B-Roller saya nilai paling ideal, untuk mereduksi vibra bobot pesawat.
“Selain pengoperasian aileron, wing flap, rudder, elevator dan kemudi ban depan, kualitas ban ini tetap saya kaji sebagai penunjangnya, ”yakin Haerul. Saya juga berterima kasih kepada pabrikan ban Primaax, yang memiliki tim marketing tak pandang wilayah. “Sebab, sampai pelosok di kelahiran saya ini, mudah untuk mendapatkanya, ”bangga Haerul.
PENGARUH KONDISI ALAM
Sesuai dengan data investigasi tim Haerul Motor, di Poros Lasindrang, Pinrang, Sulawesi Selatan, menyebutkan bahwa kecepatan puncak pesawat saat take off berada di kisaran 70 KM/Jam, dengan jarak run way 100 meter.
Saat terbang tingginya berkisar 30 Meter, ketika diuji coba di Ujung Tape, Palameang, Pinrang. Disebabkan wilayah ini berada di tepi laut, maka faktor iklim dan alam turut menjadi kajian. Mengingat, kapasitas mesin pesawat Haerul kategori ringan. Maka, komposisi yang pas, bisa dikatakan saat air laut turun, sebab saat itu pula curah angin laut bisa dikatakan diambang kelayakan.
“Kondisi alam seperti ini biasanya terjadi pada pukul 10.00 pagi dengan awan cerah, ”urai Muhamad Yusuf asisten Haerul. Sebab, pernah diuji coba saat sore hari dengan harapan tak terlalu panas, malah jadinya kondisi alam yang menyebabkan terjadinya turbulensi hingga pengendalian susah. teks - foto : enea