Dibangunya kuda besi supermoto berbasic CRF 150L ini, spesial untuk menanggapi laga supermoto 155 cc. Memang berjalan dilematis bagi H. Agus Tole rider yang merangkap owner Djagung Racing Factory Rabbani MX Javamuda Export Conk Speed Domino JPX VMX DP Planet Orca Supermoto Team.
Apa pasal ? Petarung di kelas supermoto 155 cc, makin kesini bobotnya ramping. Menjadi hal yang wajar. Sebab cenderung menjadi ajang kompetisi rider road race yang ikut expansi ke supermoto.
Dan ketika meninjau keberadaan kelas ini, secara tak langsung saya juga ikut memprovokasi, agar dibuka untuk mengakomodir rider supermoto, sebagai tahap penjenjangan. Setelah supermoto 180 cc yang lebih dulu popular, hingga bertebar data korekan dan racikan option part racingnya.
Tapi, seiring perjalanan kemudian dihadapkan dengan rider road race yang berpostur aerodinamis, justru menjadi motivasi saya untuk terus berinovasi. Saya nilai kelas ini bergulir sukses dan berjalan dinamis. “Pertarungan, saya yakin pasti lebih sengit, mengadu kepiawaian gaya crosser dan road race, ”komentar H. Agus.
Apalagi kelas ini, juga dibuka di Trial Game Asphalt, Honda Dream Cup, Kejurda Road Race sampai Opern Road Race. Alasan itu pula, H. Agus berusaha mengawali start, soal test case korekan dan racikan option part racing terbaru, hasil kreasi Pak Conk from Conk Speed, Bumiayu, Gadang, Malang.
Kalkulasi dan pengalaman jam terbang Pak Cong keren, analisa dan evaluasi data selalu ada progress signifikan. "Pak Cong juga mudah improve, selalu berusaha mempresisikan tipikal bawaan motor dengan gaya balap dan bobot saya, ”senyum H. Agus yang empat tahun silam aktif downhills dengan MTB sebagai media fisiknya untuk menyusut bobot. Termasuk soal riding style yang paling nyaman.
Lebih lanjut, untuk konsep korekan hampir sama dengan CRF 150L yang dikembangkan di kelas 180 cc. Seperti up grade throttle body, diadopsi dari CBR 150 dengan inlet 32 mm. Dinilai selaras mengawal debit bahan bakar 180 cc/minute, hasil remap ECU yang dipinang dari Aracer.
Injector dicangkok aftermarket, dengan spesifikasi 1 lubang. Proses pengabutan lebih pekat, sehingga dominasi torsi produktif lebih nongol. “Penyajianya hampir selaras dengan HP produktif, konsekuensinya butuh RPM dua level lebih tinggi gaya bawaanya, ”terang Pak Conk.
Mengingat, perbandingan kompresi saya pertaruhkan cenderung untuk ketahanan, dibanding speed. Keputusan ini sudah mutlak, sebab berdasar dari test case menjadi perbandingan kompresi yang paling ideal. “Selebihnya, masih bisa dipadukan RON Pertamax, ”yakin Pak Conk.
Komposisi daleman silinder cop lain, digawangi camshaft custom, dengan output lift katup 8,4 mm. Kepala katup 30 mm (in) dan 26 mm (ex), dengan tangkai 4,8 mm. Melayani soal ketahanan mesin, seteng katup dan bushing, saya ganti bushing albronze. “Secara metalurgi, tingkat muai-nya hampir selaras dengan bahan katup. Sehingga, dalam pemakaian tak terlalu ketergantungan dengan warming up, ”tutur Pak Conk yang mencangkok knalpot produk CKC itu.
Sebagai bahan pertimbangan, peningkatan output Torsi dan HP maksimal, gigi rasio dipaksa berganti aftermarket. Diproyeksikan guna mengurai konversi power ke spee lebih ringan dibaca mesin. “Mengingat, dominasi sirkuit pasar senggol juga teknikal dan stop and go,”lontar H. Agus.
Selebihnya, untuk menciptakan sikuls mesin agar tak terlalu over turn, setiap kali engine brake. Detail racikanya, perbandingan gigi 1(39-14), 2(34-18), 3(31-22), 4(29-24), 5(30-30) dan disempurnakan final gear 13-53 untuk fase latihan di sirkuit Kanjuruhan, Kepanjen.
Untuk komposisi dan setingan suspensi, hampir sama dengan CRF 150L yang lebih dulu dibangung untuk supermoto 180 cc. Bedanya rebound dan kompresi cenderung lebih lentur, pertimbangan dari pengaruh pergeseran center of gravity dari spesifikasi 155 cc. “Tapi ini masih tahap awal, mesti ditinjau lagi sampai dimana perkembangan desain trek supermoto setelah masa new normal ini, ”semangat H. Agus. teks - foto : collins