Menanggapi mulai beroperasinya sirkuit Sriwijaya MX, Caruban, ucapan terimakasih disampaikan oleh crosser-crosser executive, yang ikut merapat.
Atas inisiatif, partisipasi dan kepedulian, keluarga Johan, serta Joppy dan Robbi, dalam pembangunan sirkuit Sriwijaya MX, Caruban.
“Secara geografis, keberadaan sirkuit Sriwijaya MX, makin melengkapi zona penyebaran dan jaringan solidnya Execuitive Motocross Jatim, ”puji Ndan Danang crosser executive yang kebetulan kelahiran Caruban.
Sebab, sesuai dengan misi awal, ada bab yang diproyeksikan buat ajang sowan dan silaturahmi. Jadi crosser plat L dan W, bisa ke plat AE dan nggak crosser plat AE terus yang ke plat L atau W.
“Pemaparan seperti ini yang layak dikembangkan, sebagai representasi intelektual organisasi, ”urai Taslim Zakariyah ketua Executive Motocross Jatim.
Hingga kepedulianya, mengarah lebih spesifik soal desain sirkuit. Lebih terukur untuk kalangan crosser executive, dengan frame kompetisi maupun training.
“Lebih tepat menjadi sarana untuk mengkalkulasi power dan pemakaian gigi transmisi, ”jelas Papang dari Sambi MX, Kediri yang setia ditemani istrinya.
Crosser dengan nomer start 988 itu dikenal sebagai tim konsumsi crosser executive. Sebab, di setiap perjalanan selalu ada sajian makanan dan kopi, gratis pula.
Ketika meninjau lebih dalam, kontur vulkanik mix pasir, lumayan menggigit tapak kaki. Nggak disendal RPM tinggi, speed kurang agresif. Sebaliknya, RPM terlalu tinggi tak sinkron gigi transmisi, speed nggak dapat, sami mawon.
“Ini suka dukanya, eh ilmu dan pelajaran, yang bisa didapat dari sirkuit Sriwijaya dengan panjang kisaran 800 meter, ”kompak Fiki dan Suryanta crosser executive dari Gak Jelas Community, Jatim.
Pelajaran tadi mutlak dibutuhkan, saat dihadapkan susunan single jump, double jump dan triple jump yang rapat, jelang finish.
Sukses merangsang crosser, dibuat makin gemas, bukan ganas. Sebab taruhanya nyali, keinginan dan penasaran. Dan sekian persen terselip gengsi, untuk kembali ngegas dan ngerem. Lah kok !
Nggak dihajar dilewati rival, ah masa’ terulang lagi, di seri kemarin. Untuk menghajarnya pikir-pikir. Bisa sampai nggak ya, sampai nggak ya ? Ah hajaaaar !
Nah itu istimewanya, saling mengatrol skill, tapi hanya berlangsung di 10 menit awal. “Selanjutnya, ketahuan mana yang rutin mengolah cardio vascular, atau yang hobi nongkrong, ”papar Janal Chunk.
Hal demikian, sekaligus mengklasifikasi taraf skill crosser yang mengalami peningkatan skill.
Makin kesini prinsipnya semua learing by doing, secara statistik meningkat.
Berbagai opsi perbaikan telah dibenahi, apparel, fisik, intensitas training sampai suspensi.
Di saat makin tinggi jam terbang, bukan pilot ya, maksudnya sering jumping, pasti memahami akan kebutuhan dan fungsi suspensi.
“Hingga, mencari rujukan soal rebuild dan seting suspensi, untuk mengawal keindahan jumping, ”timpal Slamet Emprit.
Memang tak bisa dihindari, sudah menjadi menu wajib mengawal peningkatan skill. Tapi, sekali lagi dibutuhkan improve dalam sosialisasinya.
“Dari sisi siklus dan evolusi sudah benar, step by step, sembari melengkapi equipment dan performa, untuk bertarung, ”yakin Rony crosser executive tuan rumah.
Pemahaman ini yang kemudian sukses diaktualisasikan crosser executive A, B dan C, saat berlaga. Hingga di setiap kelasnya memunculkan koloni kompetisi, yaitu koloni depan, tengah dan juru kunci.
Seperti laga executive B, H. Mas’at singkat meninggalkan kerabatnya sejak menit awal. Performa kuda besi, terkait mesin, suspensi dan maping ECU, berbading dengan skill H. Mas’at.
Termasuk saat laga sport trail, Janal, Johan dan Slamet Biuz, saling tukar posisi dan melontarkan pressure. Level paling sulit, dengan taruhan kekompakan antara tim, tuner dan bengkel rangka. teks - foto : enea